PEE MAK PHRA KHANONG (2013)
Bicara mengenai perfiilman horor di Thailand, nama Banjong Pisanthanakun
memang sudah begitu melekat. Sutradara yang satu ini memang telah
banyak membuat film-film horor yang hebatnya masing-masing film tersebut
layak disebut sebagai film horor terbaik yang pernah dihasilkan
Thailand mulai dari Shutter, Alone, hingga saat ia membuat masing-masing satu segmen dalam dua film Phobia. Bahkan Banjong juga terlibat dalam proyek The ABC's of Death
tahun lalu. Sekarang disaat industri perfilman Thailand mulai beralih
tren menjadi komedi romantis, Banjong tetap bisa menelurkan film yang
berkualitas dan digemari lewat sebuah komedi romantis berjudul Hello Stranger. Empat tahun sejak Phobia 2 dan enam tahun semenjak Alone yang menjadi film horor panjang terakhirnya, Banjong kembali ke ranah tersebut lewat Pee Mak yang merupakan adaptasi dari Nang Nak
yang merupakan cerita rakyat Thailand. Tapi dengan berani Banjong
menambahkan unsur komedi yang begitu kental dalam film ini termasuk
memunculkan kembali Aey, Ter, Shin dan Puak yang sebelumnya sukses
mengocok perut di dua film Phobia.
Kisah dalam film ini terjadi pada saat Thailand masih bernama Siam dan
berada dibawah pemerintahan Raja Mongkut yang berarti ber-setting
sekitar tahun 1850-1860-an. Saat itu Mak (Mario Maurer) bersama kuartet
bodoh Aey, Ter, Shin dan Puak sedang berada di medan perang. Mak
meninggalkan istrinya Nak (Davika Hoorne) yang tengah hamil tua. Setelah
perang usai, Mak dan keempat temannya tersebut pulang untuk menemui Nak
yang ternyata telah melahirkan. Namun setelah kepulangannya tersebut
Mak justru mendapat kabar tidak enak dari seisi kampung yang mengatakan
bahwa Nak sudah meninggal dan menjadi hantu. Mak tidak begitu saja
percaya tapi satu per satu kejadian horor mulai menimpa Mak dan
teman-temannya. Film ini memang kurang ajar. Disaat saya berharap
mendapatkan kembali teror mengerikan yang kini susah ditemukan dalam
industri perfilman Thailand, sang master horor Negeri Gajah Putih
tersebut justru membuat sebuah tontonan mengenai cerita rakyat horor
yang ia rombak menjadi penuh kekonyolan demi kekonyolan yang pada
akhirnya menjadikan Pee Mak justru lebih kental unsur komedi daripada horornya.
Setelah adegan pembukanya yang cukup meyakinkan bahwa Pee Mak merupakan film horor yang menyeramkan, saya langsung "dikejutkan" saat tone
film berubah 180 derajat disaat kita dibawa melihat kondisi
peperangan.Melihat potongan rambut menggelikan para karakternya, hingga
obrolan yang (maunya) memantik semangat juang namun diselipin referensi
film-film macam 300, Rocky hingga The Last Samurai padahal filmnya ber-setting jauh sebelum benda bernama film eksis saya langsung sadar bahwa daripada Shutter film ini akan lebih mirip segmen Man in the Middle ataupun In the End.
Bahkan pada akhirnya porsi komedi yang mayoritas dibebankan pada
kuartet konyol tersebut jauh lebih besar daripada porsi horornya
sekalipun. Mungkin Pee Mak sejak awal sudah berlabel horor-komedi
namun pada akhirnya saya merasa film ini lebih tepat disebut parodi.
Karena akhirnya pun momen seram yang ditampilkan seringkali berakhir
lucu berkat keempat tokoh tersebut. Saya yang berharap mendapat sajian
horor mengerikan pada awalnya sedikit kecewa tapi perlahan saya pun
terpuaskan saat humor konyolnya selalu tepat sasaran dan membuat saya
tertawa terbahak-bahak tidak hanya sekali dua kali namun berkali-kali.
Namun Pee Mak tidak lantas menjadi sajian konyol nan tolol yang
asal-asalan karena baik itu konten humor yang penuh referensi, pembawaan
para aktornya hingga timing dimunculkannya humor tersebut selalu sempurna. Dengan segala kteololan karakter dan kekonyolan humornya Pee Mak
membuktikan pernyataan bahwa idiot dan jenius itu berbeda tipis memang
benar adanya. Tidak hanya komedi, bagi anda yang sebelumnya pernah
mendengar cerita Nang Nak pasti tahu bahwa akan ada unsur romansa
yang cukup menyedihkan dalam cerita tersebut. Banjon Pisanthanakun pun
masih akan menyajikan aspek romansa yang kuat. Tidak terlalu banyak,
cukup berikan sebuah momen saat Mak dan Nak berdua mengunjungi pasar
malam yang indah sambil tertawa bersama dan sesekali melontarkan rayuan
gombal maka terciptalah sebuah adegan klise namun terasa indah, romantis
dan cukup menyentuh. Momen tersebut akhirnya sudah mewakili kisah cinta
Mak dan Nak. Romansanya sendiri secara keseluruhan berkisah tentang
cinta sejati yang tidak mengenal bentuk dan sosok yang dicintai. Ini
adalah "pesan" supaya kita tidak memandang buruk hal apapun tanpa
mengenal hal itu lebih jauh. Bagi saya Pee Mak berkisah akan hal-hal tersebut daripada sekedar menebak "siapa sebenarnya yang hantu?"
Jadi humornya sangat berhasil, romansanya cukup menggigit, pesan
moralnya cukup terasa, lalu bagaimana dengan horornya sendiri? Sayangnya
dibandingkan aspek-aspek tersebut horor dalam film ini terasa
tenggelam. Tidak buruk sebenarnya mengingat beberapa atmosfer mencekam
dan tegang masih mampu dibangun namun sayang semuanya tenggelam oleh
begitu bersinarnya aspek komedi yang ada. Misteri tentang siapa
sebenarnya yang hantu sekilas mudah ditebak diawal tapi semakin
mendekati klimaks misteri itu jadi semakin menarik dan dibumbui beberapa
twist. Jika ada yang benar-benar mengganggu sesungguhnya bukan
rasa horor yang kurang melainkan klimaksnya yang terlalu diulur-ulur.
Momen dalam kuil tersebut dimulai cukup menarik jika saja setelah itu
tidak ada tarik ulur kejar-kejaran dengan sang hantu yang terlalu lama
dan diulang-ulang ataupun rangkaian dialog romansa cheesy yang
berlebihan antara Mak dan Nak. Sayang sekali tensi yang dibangun justru
dirusak oleh klimaksnya yang terlalu panjang. Untung film ini diakhiri
dengan sebuah credit scene yang kembali memunculkan tawa demi tawa yang membangkitkan kembali rasa suka saya kepada film ini.
Bicara soal jajaran cast, jelas yang paling bersinar adalah
kuartet Kantapat Permpoonpatcharasuk, Nuttapong Chartpong, Wiwat
Kongrasri dan Pongsathorn Jongwilak yang dengan kompak dan sempurna
menebar humor demi humor yang begitu efektif. Davika Hoorne selain
cantik ia mampu memberikan kesan misterius sekaligus creepy yang
cukup baik meski keteteran saat harus menampilkan adegan penuh haru di
akhir film. Mario Maurer? Yah sosoknya seperti menjadi penarik minat
penonton khususnya kaum hawa saja karena sosoknya paling mengganggu
disini. Penghantaran komedinya tidak terlalu buruk namun chemistry dan momen romansanya dengan Davika Hoorne menjadi terasa hambar karena sosoknya yang terlalu childish. Secara keseluruhan Pee Mak Phra Khanong
adalah hiburan yang sangat menyenangkan. Jika anda berekspektasi
mendapatkan tontonan horor mencekam mungkin itu tidak akan anda dapatkan
tapi setidaknya anda tetap akan terhibur oleh film ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar